Jumat, 25 Juli 2008

Iklan Pajak Yang Aneh

Mungkin kita sering melihat iklan dari Ditjen Pajak yang berbunyi "Bayarlah Pajak Awasi Penggunaannya". Sepintas sepertinya iklan itu tidak ada yang aneh, akan tetapi jika kita cermati lebih dalam barulah kita jumpai kejanggalan dalam iklan tersebut.

Kejanggalannya terdapat pada kalimat ".... Awasi Penggunaannya". Bagaimana mungkin kita sebagai masyarakat awam bisa mengawasi penggunaan pajak. Sedangkan lembaga superbody seperti KPK saja tidak punya akses untuk memeriksa Ditjen Pajak, apalagi kita yang masyarakat awam. Selaian itu juga Ditjen Pajak juga tidak pernah membeberkan secara utuh dan lengkap pendapatan pajaknya yang riil dan juga kemana perginya uang hasil pajak tersebut.

Sebagai suatu contoh kecil yang kebetulan saya ketahui adalah mengenai Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Di Medan pada akhir tahun 2001, Pemerintah Kota (Pemko) Medan membuat sistem pembayaran PBB secara online yang terpusat di kantor Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Medan, pada waktu itu kantor Dispenda masih di Jl. Balai Kota No.1. Untuk membangun sistem pembayaran PBB tersebut yang secara online, Pemko Medan harus mengeluarkan dana sekitar Rp. 2 milyar lebih, yang sempat saya lihat dari proposal yang di ajukan oleh perusahaan yang memasang sistem tersebut, rinciannya Rp. 650 juta untuk biaya software dan instalasi software di 24 Bank tempat pembayaran PBB dan Rp. 1,4 milyar untuk biaya hardware yang perangkat server 2 unit, UPS, 28 komputer PC, printer LQ-2180 2 unit dan printer LX-300 serta perangkat jaringannya termasuk lemari server.

Dengan mengeluarkan uang sampai Rp. 2 milyar lebih, apa Pemko Medan tidak mendapat keuntungan ? Apa Pemko Medan tidak dapat bagian dari uang PBB yang setiap tahun ditagih di setiap rumah - rumah penduduk kota Medan ? Rasanya tidak mungkin jika Pemko Medan tidak mendapat bagian. Akan tetapi apa ada masyarakat yang tahu dari PBB yang ditagih setiap tahunnya sebenarnya berapa yang di setor ke Kas Negara ?? Berapa yang di terima oleh Pemko Medan ?? dan Berapa pula yang dinikmati oleh orang - orang kantor pajak ?? Lalu jika ada PBB yang belum dibayar yang telah lewat tempo, maka datanglah petugas penagih untuk PBB tersebut. Walaupun petugas penagih itu adalah pegawai Dispenda, apa mungkin dia mau mendatangi rumah - rumah yang belum bayar PBB jika tidak ada "uang jalannya" ???

Dari contoh di atas saja sudah jelas jika transparansi dari Pajak Bumi Bangunan saja tidak ada, bagaimana lagi dengan pajak - pajak yang lain seperti PPN, PPH, BPHTB dan lainnya. Belum lagi jika ada pajak yang berganda seperti misalnya kita membeli sebuah komputer lalu komputer itu kita jual ke kantor instansi pemerintah. Komputer yang kita beli itu sebenarnya sudah kena pajak dan sewaktu kita masukkan ke kantor instansi pemerintah, malah kena pajak lagi. Hal seperti ini juga kerap tidak tanpak kemana perginya uang hasil pajak tersebut.

Lain lagi dengan iklan pajak NPWP. Dalam iklan itu diperlihatkan jika seseorang itu jika punya penghasilan, wajib punya NPWP atau Nomor Pokok Wajib Pajak. Saya sendiri sebenarnya heran, kenapa saya punya NPWP sedangkan saya enggak pernah mengurus NPWP. Okelah jika kita bekerja dan punya penghasilan kita bayar pajak penghasilan. Tetapi bagaimana jika tiba - tiba kita kena PHK, apa perhatian pemerintah kepada kita ?? Kenapa sewaktu kita bekerja kita harus bayar pajak, akan tetapi sewaktu kita jadi pengangguran kok pemerintah tidak perduli ?? Apa kita ini wajib jadi pelayan pemerintah ?? Ataukah kita ini adalah sapi perah bagi pemerintah ?? Apakah tindakan ini cukup fair atau adilkah tindakan seperti ini ??

Setahu saya di luar negeri orang yang bekerja wajib bayar pajak, akan tetapi jika dia di PHK lalu jadi pengangguran, maka giliran negara yang memberikan bantuan uang buat dia. Jadi diluar negeri mereka itu dapat BLT bukan karena harga BBM naik seperti di sini. Di Indonesia yang dapat BLT orangnya musti miskin banget, enggak punya apa - apa, rumahnya dinding tepas dengan atap rumbia, jika punya sepeda motor aja jangan harap bisa dapat BLT.

Tapi yang paling saya tidak mengerti, sihir apa yang dibuat oleh Ditjen Pajak sehingga seluruh rakyat Indonesia diam saja dengan iklan - iklan aneh dari Ditjen Pajak itu. Mungkin ada yang tidak setuju seperti saya, tapi mereka memilih diam dan kerena mereka diam baik Ditjen Pajak maupun Pemerintah beranggapan jika seluruh rakyat Indonesia paham dan menerima kedua iklan konyol itu.

Pertanyaan terakhir, sampai kapan kedua iklan konyol itu akan kita lihat ???

Wassalam,
Medan 25 Juli 2008

Tidak ada komentar: